Silau Bandar Dua, begitu kampungku sering
disebut, kampung yang adem, nyaman, tenteram, sejuk dan hijau. Disinilah aku
dilahirkan lebih kurang lima puluh tahun yang lalu (tulisan ini tahun - 2018).
Jauh dari keramaian kota, membuat kampung kelahiranku terbebas dari kendaraan
yang lalu lalang.
Aku memang bangga menjadi anak kelahiran kampung ini. Tetapi aku harus akui, bahwa kesedihan juga kadang muncul di dalam hati, saat ku tau tiada pembangunan yang cukup berarti di kampung kelahiranku. Kesedihan itu semakin menjadi, karena aku sadar, bahwa aku sendiri tidak mampu membangun kampungku, karena berbagai keterbatasan yang kumiliki.
Aku tidak punya sarana dan prasarana untuk mewujudkan pembangunan di kampungku. Oleh karena itu, aku hanya diam dalam kesedihan, hanya bisa menyuarakan ketidak adilan sebatas pada diri sendiri, melihat pembangunan terjadi dimana-mana, sementara di kampungku itu tidak terjadi.
Tiada tempat yang paling bersejarah bagi
siapapun, selain tempat dimana ia dulu dilahirkan. Baik kota maupun desa
terpencil tak ada bedanya. Tempat lahir seseorang, akan selalu menjadi sasaran
puja-puji baginya, sekarang bahkan sampai kapanpun.
Begitu juga dengan aku, yang kebetulan memang lahir di sebuah daerah yang sangat jauh dari keramaian kota. Aku memuja tempatku dilahirkan melebihi semua tempat yang ada dimuka bumi ini. Sebesar apapun kelebihan yang dimiliki daerah lain, bagiku tempat kelahiranku adalah daerah paling berharga bagiku.
Silau Bandar Dua adalah sebuah wilayah yang
secara kwalitas berstandar dusun, untuk urusan administrasi menjadi bagian dari
Kampung Bantan. Disanalah aku dilahirkan. Sampai pada saat aku dilahirkan,
desaku menjadi bagian dari Kecamatan Dolok Masihol - Kabupaten Deli-Serdang,
dimana pemerintahan provinsialnya di gerakkan dari Kota Medan, Sumatera Utara.
Demikian sekilas informasi yang berkaitan dengan tempat dimana aku dilahirkan.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar