Rabu, 22 Agustus 2018

MENJADI SECANGKIR AIR DI KEMARAU YANG PANJANG

Takkan ada satupun alasan yang bisa menghentikan aku untuk berterimakasih kepada mereka, yang telah hadir di saat aku ragu akan kelangsungan hidupku. Mereka hadir dan menciptakan rasa sejuk, setelah sekian lama hatiku dilanda kemarau yang panjang. Sebelumnya harapanku hampir sirna tergerus oleh putus asa, tetapi kehadiran mereka membuat hatiku menjadi lebih nyaman dan membuatku semakin percaya diri. Mereka bagaikan setetas embun yang jatuh di ujung lidah, lalu mengalir masuk membasahi kerongkongan yang kering.

Aku menggantungkan harapanku setinggi bintang di langit namun harapan itu ibarat sebutir telur yang selalu jatuh ke tanah yang berbatu, lalu pecah dan hancur berserakan. Semua keinginanku untuk bangkit dari keterpurukan selalu jatuh dan terjatuh lagi, lalu tertanam jauh di dasar lubang yang gelap. Tetapi mereka hadir dan menjadi cahaya dalam hidupku. Mereka menjadi secercah cahaya, yang memandu aku keluar dari ruang yang gelap. Oleh mereka, keinginaku untuk hidup terus kembali muncul.

Sejak kehadiran mereka, aku mulai berani menepis ketidak yakinanku. Mereka benar-benar menjadi kekuatan bagiku, sehingga aku tampil lebih berani untuk melawan rasa takutku. Awalnya aku selalu tertunduk seperti pecundang, tetapi kini aku sadar, betapa berartinya aku bagi Tuhan. Semua karena mereka. Mereka telah menguatkan kakiku, sehingga aku mampu berdiri menanggung beban sekalipun beban yang sangat berat. 

Terimakasih Tuhan, Engkau telah mengutus mereka kepadaku. Tetaplah lindungi mereka. Walau secara biologis mereka adalah anakku, tetapi mereka telah menempatkan diri menjadi sahabat baik bagiku. Mudahkan mereka di atas jalan hidupnya. Dengan begitu, tersampaikanlah rasa terimakasihku kepada mereka.

SALAM GEMILANG

Senin, 13 Agustus 2018

RIWAYAT HIDUPKU

Aku lahir hari Selasa 12 Januari 1965 di Silau Bandar Dua, Kecamatan Dolokmasihol. Kemudian tumbuh besar di empat tempat yang berbeda, Dolokmasihul-Deli Serdang (sekarang Serdang Bedagai), Siborongborong-Tapanuli Utara, Termin Tolu - Pematangsiantar dan yang terakhir (saat ini - 2018) di Banjaran - Bandung.

Ayahku bernama Konstantinus, pernah menjadi karyawan di salah satu perkebunan negara, ibuku Kamsia tidak bekerja. Kedua orang tuaku menikah saat negeriku sedang bergejolak, dimana tengah terjadi konflik antar faksi. Saat itu tengah terjadi upaya kudeta, kelompok pemberontak berusaha merebut kekuasaan dari pemerintahan yang sah.

Aku mempunyai 8 orang saudara, semuanya seayah dan seibu. 3 laki-laki dan 5 perempuan. Adikku yang pertama Krisman (lk) dan selanjutnya berurutan, Rosalina (pr), Esteria (pr), Repina (pr), Marta (pr), Tagam (lk), Andes (lk) dan Lastri (pr). Saat ini 2018 aku dan seluruh adikku sudah menikah, Kecuali Andes yang masih menjomblo, entah apa yang ia tunggu, hingga 32 tahun usia.

Senin, 13 Juli 2015

HAL-HAL YANG MENJADI KESUKAANKU

Menulis memang menjadi kesukaanku. Dengan menulis aku bisa bicara dengan alam. Dengan menulis aku bisa pergi kemana saja dan bisa bicara apa saja tanpa harus didebat. Dengan menulis aku bisa bicara kepada siapa saja, tanpa harus dibantah.  Dengan menulis aku bebas mencurahkan isi hatiku, bebas berekspresi dengan sekehendak hatiku. Dengan menulis kurasakan hatiku bisa menjadi lebih tenang. 

Menulis memang menjadi kesukaanku. Melalui tulisan, kebebasanku untuk bicara sungguh tersalurkan, sesuai dengan apa yang aku mau. Bicara kepada orang lain sering mendapat bantahan,  cemoohan bahkan penghinaan. Tetapi  dengan menulis aku tak perlu khawatir akan hal itu. Dengan menulis aku tak perlu khawatir kalau pembicaraanku tiba-tiba dihentikan orang lain.  Dengan menulis aku tak perlu khawatir,  saat bicara ada orang tiba-tiba menghardik aku. Semua itu takkan pernah terjadi. 

Aku bukanlah seorang pujangga yang pandai menyusun kata-kata. Aku hanyalah debu yang tak mungkin menjadi krystal, debu yang tak mungkin menjadi pujangga. Aku sadar betul bahwa manggis tetaplah manggis dan tak mungkin menjadi mangga, menulis tetaplah menulis walau tak mungkin jadi pujangga. 

Biarlah semua itu mengalir seperti air, yang hanya akan berhenti saat ia menemukan titik yang paling rendah.

SALAM GEMILANG.

Sabtu, 05 Juli 2014

TEMPAT LAHIR


Silau Bandar Dua, begitu kampungku sering disebut, kampung yang adem, nyaman, tenteram, sejuk dan hijau. Disinilah aku dilahirkan lebih kurang lima puluh tahun yang lalu (tulisan ini tahun - 2018). Jauh dari keramaian kota, membuat kampung kelahiranku terbebas dari kendaraan yang lalu lalang. 

Aku memang bangga menjadi anak kelahiran kampung ini. Tetapi aku harus akui, bahwa kesedihan juga kadang muncul di dalam hati, saat ku tau tiada pembangunan yang cukup berarti di kampung kelahiranku. Kesedihan itu semakin menjadi, karena aku sadar, bahwa aku sendiri tidak mampu membangun kampungku, karena berbagai keterbatasan yang kumiliki. 

Aku tidak punya sarana dan prasarana untuk mewujudkan pembangunan di kampungku. Oleh karena itu, aku hanya diam dalam kesedihan, hanya bisa menyuarakan ketidak adilan sebatas pada diri sendiri, melihat pembangunan terjadi dimana-mana, sementara di kampungku itu tidak terjadi.

Tiada tempat yang paling bersejarah bagi siapapun, selain tempat dimana ia dulu dilahirkan. Baik kota maupun desa terpencil tak ada bedanya. Tempat lahir seseorang, akan selalu menjadi sasaran puja-puji baginya, sekarang bahkan sampai kapanpun. 

Begitu juga dengan aku, yang kebetulan memang lahir di sebuah daerah yang sangat jauh dari keramaian kota. Aku memuja tempatku dilahirkan melebihi semua tempat yang ada dimuka bumi ini. Sebesar apapun kelebihan yang dimiliki daerah lain, bagiku tempat kelahiranku adalah daerah paling berharga bagiku.

Silau Bandar Dua adalah sebuah wilayah yang secara kwalitas berstandar dusun, untuk urusan administrasi menjadi bagian dari Kampung Bantan. Disanalah aku dilahirkan. Sampai pada saat aku dilahirkan, desaku menjadi bagian dari Kecamatan Dolok Masihol - Kabupaten Deli-Serdang, dimana pemerintahan provinsialnya di gerakkan dari Kota Medan, Sumatera Utara. 

Demikian sekilas informasi yang berkaitan dengan tempat dimana aku dilahirkan.
.

Jumat, 04 Juli 2014

TANGGAL LAHIR

Selasa 12 Januari pada tahun 1965 adalah hari yang paling bersejarah dalam perjalanan hidupku. Pada hari itu, aku resmi menjadi bagian dari masyarakat bumi. Pada hari yang sama, untuk pertama kali aku merasakan fananya dunia. Aku lahir bertepatan dengan memanasnya suhu politik di negriku, saat terjadinya gerakan massa yang didalangi elit politik yang berkeinginan menguasai negeri dengan cara mengambil secara paksa dari rezim yang sedang memerintah.

Hari kelahiranku, bertepatan dengan peristiwa pemberontakan yang dilakukan salah satu kelompok politik, yang kemudian dikenal dengan "Peristiwa G30S/PKI". Peristiwa itu membuat peristiwa kelahiranku mudah untuk diingat. Mengingat peristiwa kelahiranku, mengingat pula peristiwa bersejarah itu. Sebaliknya, mengingat peristiwa bersejarah itu, aku pasti teringat kepada peristiwa kelahiranku.

Walau kelahiranku menjadi hal yang membahagiakan bagi kedua orang tuaku, tetapi peristiwa itu tidak cukup kuat untuk meredam suasana prihatin di zaman itu. Keprihatinan yang muncul akibat situasi politik yang tidak menentu ketika itu, membuat ekonomi kedua orang tuaku yang sudah sulit, semakin bertambah sulit.

Dampak dari peristiwa itu memang tidak hanya berimbas kepada kedua orang tuaku, tetapi masyarakat secara luas juga merasakan hal yang sama. Pada saat sulit itulah aku lahir, dimana pemberontakan G30S/PKI sedang berkecamuk.  


>>>